Keputusan Trump itu bukannya tak terduga. Ia sudah menjanjikannya semasa kampanye dan kini hanya mewujudkan kata-katanya. Jauh sebelum pengumuman keputusan pada Kamis, 1 Juni 2017, Trumpâ"yang pernah mengatakan bahwa perubahan iklim adalah suatu "kabar bohong", telah mengambil serangkaian tindakan untuk membalikkan kebijakan-kebijakan soal perubahan iklim yang digariskan pendahulunya, mantan presiden Barack Obama.
Negara-negara di Afrika dan Asia, termasuk Indonesia, bisa terancam akibat pemanasan international. Tirto pernah melaporkan pengaruh pemanasan international terhadap tenggelamnya pulau-pulau kecil. Belum lagi perkara pembakaran atau kebakaran hutan. Perubahan iklim mengganggu kesehatan dan sektor-sektor lain kehidupan masyarakat, baik secara domestik maupun international. Karena itulah perang terhadap pemanasan international mesti dilakukan secara kolektif.
Perjanjian Paris soal perubahan iklim iklim disetujui oleh hampir semua negara setelah melalui perundingan panjang. Negara-negara itu bersepakat mengurangi pembuangan fuel rumah kaca serta menetapkan suatu goal international untuk menjaga kenaikan temperatur rata-rata tidak lebih dari 2 derajat Celcius di atas tingkat praindustri. Organisasi Meteorologi Dunia WMO menyatakan mundurnya AS dari kesepakatan ini akan menaikkan suhu international zero,three derajat Celcius sampai akhir abad ini.
Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi kesepakatan Paris dengan penerbitan UU Nomor 16 Tahun 2016, yang bertujuan menurunkan pemanasan suhu bumi yang disebabkan emisi fuel karbon.
"Kita mau menurunkannya menjadi 2 derajat atau 1,5 derajat Celcius. Sekarang diperkirakan masih three,5 derajat Celcius dan akan berbahaya kalau kita tidak tangani dengan baik. Indonesia saya kira berdasarkan UU dan UUD. Kita jalan terus," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya sebagaimana diberitakan Antara.
Berbagai upaya seperti kebijakan penghambatan deforestasi terus dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan masyarakat hukum adat, Lembaga-lembaga swadaya masyarakat, dan berbagai lembaga-lembaga internasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
KLHK baru-baru ini menerima laporan mengenai pemudaran warna terumbu karang (coral bleaching) di beberapa taman nasional laut seperti Wakatobi dan Cendrawasih akibat peningkatan suhu air laut.
Keputusan ini membuat AS menjadi satu dari tiga negara yang berada di luar perjuangan masyarakat sedunia. Dua negara lainnya adalah Nikaragua dan Suriah.
Trump mengatakan bahwa Kesepakatan Paris telah memaksa AS mengeluarkan three triliun dolar AS dan kehilangan 6,5 juta lapangan kerja sementara China dan India diuntungkan oleh pakta lingkungan itu. Padahal, Cina, bersama Uni Eropa dan India selaku pencipta emisi karbondioksida terbesar dunia, justru memperkuat komitmen mereka kepada Kesepakatan Paris.
Merespons keputusan AS untuk keluar dari kesepakatan Perjanjian Paris, WHO kembali memperingatkan para pemimpin dunia tentang ancaman kesehatan yang lahir dari pemanasan international. Ancaman ini nyata, terukur, dan bisa dipertanggung jawabkan. Menurut WHO, perubahan iklim akan memengaruhi orang yang paling rentan dan miskin, karena mereka tak punya akses untuk pengobatan dan kebersihan lingkungan yang memadai.
Perubahan iklim ini berdampak langsung pada kebersihan udara, air minum, akses air bersih, kecukupan pangan, dan lingkungan yang aman dari bencana. Pemanasan international diyakini akan mengubah cara hidup manusia dalam beberapa dekade mendatang.
Perubahan iklim akibat pemanasan international akan membuat cuaca tak menentu dan hal itu tentu punya dampak serius terhadap pertanian international. Petani tak bisa lagi menggarap lahan berdasarkan musim karena iklim yang tak terprediksi. Stok pangan akan kacau dan kelaparan sangat mungkin terjadi. WHO menyebut bahwa antara 2030 dan 2050 perubahan iklim akan menjadi penyebab kematian 250.000 orang per tahun akibat malnutrisi, malaria, diare dan udara panas.
Dari segi ekonomi, ongkos menjaga kesehatan yang terkait lingkungan tentu akan membengkak. Negara-negara akan menanggung beban pengeluaran kesehatan international akibat penyakit perubahan iklim sebesar 2-Four miliar dolar per tahun hingga 2030.
Pemanasan dan perubahan iklim international tidak selamanya buruk, memang. Benar bahwa di beberapa tempat, musim dingin jadi lebih pendek dan di beberapa kawasan produksi pangan jadi meningkat, tapi dampak buruk kesehatan akibat perubahan iklim tak dapat diabaikan. Udara panas yang pernah menyerang Afrika dan Eropa selama satu dekade terakhir adalah bukti paling mengerikan dari pemanasan international. Pada 2003 tercatat 70.000 kematian akibat gelombang panas tercatat di Eropa.
Temperatur yang tinggi meningkatkan degree ozon dan polutan lain yang ada di udara, dampaknya sangat dirasakan oleh mereka yang memiliki penyakit pernafasan. Mereka yang sehat berpotensi menjadi pasien baru jika tak ada tindakan. Temperatur yang panas akan memicu asma yang saat ini dimiliki lebih dari 300 juta orang di dunia.
Baca juga artikel terkait PERUBAHAN IKLIM atau tulisan menarik lainnya Arman Dhani
(tirto.id - dan/dea)