tirto.id - Manusia rata-rata menghabiskan seperempat usia hidupnya untuk tidur. Berbeda dari anggapan umum bahwa tidur ialah kondisi pasif di mana tubuh dan otak tidak bekerja, penelitian fashionable pertama tentang tidur oleh Nathaniel Kleitman dan Eugene Aserinsky dari College of Chicago (1953) menemukan bahwa ada fase ketika mata manusia bergerak-gerak dengan cepat dalam tidur. Fase yang kemudian dinamai
rapid-eye motion (REM) itu umumnya terjadi ketika manusia bermimpi.
Kini, penelitian-penelitian tentang tidur terus dilanjutkan dan menambah pemahaman kita tentang hubungan antara tidur dan kesehatan, mulai dari soal berat badan, kerentanan terhadap penyakit, kemampuan belajar, daya ingat, temper, dan lain-lain.
"Tidur adalah periode di mana otak terlibat dalam sejumlah aktivitas yang diperlukan untuk kehidupan, yang terkait erat dengan kualitas hidup," kata Mark Wu M.D Ph.D, seorang neurolog dari Johns Hopkins Medication (JHM), Amerika Serikat.
Menurut Wu, selain REM, ada pula fase Slow Wave Sleep (SWS). Fase itu ditandai dengan gelombang otak yang pelan tapi besar, otot yang relaks, napas yang lambat dan dalam, yang membantu tubuh menjadi segar usai hari yang panjang.
Slow Wave Sleep terdiri dari sejumlah tahap, dan setiap tahap menunjukkan kualitas tidur. Tahapan pertama adalah situasi batas antara terjaga dan terlelap. Kedua adalah tidur ringan (tubuh melakukan penyesuaian, detak jantung melambat, pernafasan teratur, dan suhu tubuh menurun). Tahap ketiga dan keempat adalah tidur dalam.

Wu menjelaskan bahwa otak manusia mengenal jam biologis. Salah satu peran utama jam ini adalah merespons cahaya, meningkatkan produksi hormon melatonin di malam hari. Jam biologis ini akan berhenti bekerja jika terpapar cahaya. Karena tidak sanggup mendeteksi dan merespons cahaya itulah orang dengan kebutaan total seringkali punya masalah tidur.
Sebagaimana lapar menandakan bahwa manusia butuh makan, mengantuk adalah respons alami tubuh saat manusia butuh istirahat. Perbedaannya, jika tubuh tidak bisa memaksa manusia untuk makan saat lapar, saat seseorang lelah dan mengantuk, tubuhnya bisa secara alami merespons dengan tidur tanpa kendali, tak peduli ia sedang mengemudikan mobil atau mengerjakan soal-soal ujian di kelas. Saat seseorang lelah, tubuhnya bahkan bisa memasuki mode microsleep (tidur ringan) dalam satu atau dua detik sementara matanya tetap terbuka.
Bila orang tidak cukup tidur, risiko kesehatannya akan meningkat. Gejala kejang, tekanan darah tinggi dan migrain memburuk. Sistem kekebalan tubuh terancam, meningkatkan kemungkinan penyakit dan infeksi. Tidur juga berperan dalam metabolisme: orang yang sehat bahkan bisa mengalami keadaan pradiabetik karena kekurangan tidur.
Tidur kurang dari empat jam per hari dapat meningkatkan risiko depresi dan menimbulkan pikiran untuk bunuh diri. Dalam survei tahun 2014 oleh Kangbuk Samsung Medical Center terhadap 202.629 pekerja berusia 20-40 tahun menunjukkan bahwa di antara mereka yang tidur empat jam atau kurang per hari, prevalensi depresi adalah 9,1 persen, atau empat kali lipat dibandingkan orang-orang yang terbiasa